Rabu, 10 November 2010

Seperti Pohon Tua



Seperti pohon tua
Termangu dalam gelap
Aku menunggumu seratus tahun
Seribu tahun
Mungkin sampai langit dan matahari lelah berdua
Sementara itu waktu berbuah
Ruang berbunga
Aku mencatat dari rasa ke kata
Memasang cerita kita
Pada lampu-lampu selepas senja
Meninggalkan kemerlip
Bersama bintang pagi
Menanti waktu untuk tumbuh, berbunga, berbuah
Bercinta

2010

Sajak Abu-Abu



Dengan kertas kalender yang baru kusobek
Kubungkus jejak-jejakku
Namun daun demi daun menjatuhkan dingin
Ke bumi, menghapus jejak lamaku
Telah kujemput langkah hujan
Sejak kukenal nama kalian
Lalu perlahan jejak-jejak itu
Mulai terisi dengan nyawa kalian

Bila laut menguak
Langit semakin diam
Kini wangi kalian tengah kurekam
Bersama tawa yang terbiaskan
Bersama gumpalan duka yang terlupakan
Lalu perlahan aku menemukan sosok kalian
Diantara pangkur dan asmaradhana

Dua belas IPS dua
Itulah yang terukir didepan sana
Sebuah tempat dimana aku menemukan dunia
Sebuah tempat dimana aku mengenal cinta
Kalian adalah gua pertapaanku
Tempatku mengadu akan kerasnya hidup
Dalam perantauanku

38 warna menghiasi wajah kita
Meski ada yang pergi dan berlalu begitu saja
Namun pancaran kebersamaan kita
Tetap menyeimbangkan langkah dunia

Mereka bilang ini masa abu-abu
Dimana kidung persahabatan
Dilantunkan bersama pantun pertemanan
Dan pada selembar daun ilalang
Masa inipun terukir dengan anggun

Dengan kertas kalender yang baru kusobek
Kulihat berapa banyak waktu yang berlalu
Serintis resah dari akar kehidupan
Sebentar lagi akan dikumandangkan
Sebentar lagi saatnya layar baru terkembang
Dan perlahan cerita kita akan terkenang
Ada desir meski tak kupahami
”seakan jejak kalian tak kan basi”
Membekas pada dinding di kanan kiri
Pada papan tulis ini
Pada lantai
Pada buku-buku yang ternodai
Disini wajah kita pucat
Tapi kita tak ingin memperbaiki
Yang kita ingin bagaiman senyum gambar-gambar tua ini
Tak terusik dan tetap abadi
Bagaimana jejak abu-abu ini
Tak terjamah dan tetap terpatri

2010

Untuk Ibu



Tiada habisnya rindu
Yang bergejolak dalam aliran darahku
Aroma tubuhmu
Dan luncuran nasihatmu
Tiada hentinya mengusik tidurku

Ibu,
Jika kasihmu laksana embun dipagi buta
Kesejukanmu adalah milikku selamanya
Dan jika ada yang bertanya
Untuk siapa aku hidup
Untukmu ibu setiap nafas yang terhembus dariku

Bersama denting malam
Yang berderap mengikutiku
Aku melihat senyummu dilangit yang kelam
Lalu diwajah bulan yang temaram

Bait-bait doa
Dan dendang kidungmnu
Adalah pelipur lara
Pelipur duka dan nestapa
Padamu ibu aku mengadu
Akan kerasnya hidup
Dalam perantauanku
Lantaran engkau ibu dan aku anakmu

2009

Sajak Rindu



Hujan turun dari atap-atap hunian. Aku masih terduduk disini menanti malam untuk datang menghampiri. Kesunyian adalah kebekuan yang terbiasakan. Terlupakan dan tak terjamah oleh derita. Begitu pula senja ini, terbumbui oleh harumnya sunyi. Aku berharap melihat matamu diantara semak. Namun aku hanya melihat hujan yang berderap-derap bagaikan langkah kaki melintasi senja. Aku mengalihkan pikiranku, memandang ke langit lalu ke bumi. Tapi tetap saja tak ku temukan manis senyummu disana. Ingin kulipat langit dan bumi, lalu menggelarnya lagi menjadi dunia baru yang kuimpi. Bersamamu, bersama hujan di senja ini. Namun tanganku beku oleh kerinduan akan namamu. Tiba-tiba telingaku menangkap suaramu. Menangkap gelak tawamu, menangkap deru nafasmu. Aku meridukanmu, merindukan saat-saat ketika hujan turun membasahi rambutku dan rambutmu. Aku merindukan lembut bibirmu, yang selalu menyisipkan kata cinta ke telingaku. Aku merindukanmu, merindukan hangat pelukanmu yang membawaku melupakan duniaku. Hujan masih turun dari atap-atap hunian. Dan aku masih terduduk disini, bersama malam yang mulai menghampiri. Yang kutunggu adalah waktu yang terus berlalu. Yang aku tak pernah tahu dimana ujung penantianku. Aku terisak dalam malam, dibawah hujan yang semakin temaram. Membahana ditelinga kelelawar malam yang berteduh dibawah randu. Aku haus akan nafasmu, aku haus akan detak jantungmu. Aku berteriak pada malam, agar mau memanggilkanmu. Sosokmu kosong, sosokmu tak hadir dalam kebekuanku. Aku membutuhkan nyala cintamu. Sosokmu hilang, sosokmu tak muncul dalam benakku. Jangkrik tertawa dibawah kamboja. Menertawakanku yang merindukanmu dibawah hujan. Merindukan lembut belaianmu, merindukan bisikmu, merindukan setiap jengkal tubuhmu. Hujan turun dari atap-atap hunian. Aku tergeletak tanpa cinta di jalanan. Tak lagi duduk menunggu malam. Tak lagu duduk menunggu dirimu datang. Aku tergeletak di bawah hujan. Bersama rinduku yang terkubur dalam kebekuan malam.

Gadis Kecil Kehilangan Dunianya



Dengkur malam tebungkam dalam
Kepekatan sunyi
Ada cerita pada setiap dentingnya
Pada pucuk-pucuk cemara
Pada air sungai yang mengalir dari nirwana

Aku berkaca pada langit malam
Aroma tubuhku perlahan terbang
Bagai roh yang keluar dari jasadnya
Terombang ambing dalam alam maya
Yang tak pernah kukenal sebelumnya
Senyumku merekah bagai bulan
Sang gadis kecil telah mencipta dunianya

Dari aliran sungai
Aku mengarang cerita
Tentang padi tentang ilalang
Tentang batu yang terlempar ke ujung jalan
Aku hanyutkan ceritaku
Laksana kapal kecil yang tengah karam

Gadis kecil kehilangan dunianya
Dari kata yang tak pernah terbaca
Ia terbang melewati bukit mantra
Bertemu kelelawar
Bertemu burung camar

Ceritaku muncul dari nektar
Yang mengobati haus
Sang kupu-kupu yang lapar
Sekali lagi kubuang ceritaku
lalu terbawa angin ke masa lalu
gadis kecil kehilangan dunianya
kehilangan ceritanya

Dengkur malam tebungkam dalam
Kepekatan sunyi
Ada cerita pada setiap dentingnya
Pada pucuk-pucuk cemara
Pada air sungai yang mengalir dari nirwana
Ingin kuceritakan pada dunia
Sang gadis kecil kehilangan dunianya

2010